Senin, 25 Juni 2018

HUKUM PEMBUKTIAN

1. DEFINISI PEMBUKTIAN
Adalah keseluruhan ketentuan hukum yang mengatur proses Pembuktian yang harus dilakukan didepan pengadilan, berdasarkan Alat bukti yang sah menurut UU dan barang bukti yang ada
Penjelasan:
a. Ketentuan hukum: baik hukum yang tertulis (UU) maupun hukum tidak tertulis (Kebiasaan)
b. Didepan Pengadilan: terbukti atau tidak terbuktinya suatu kasus hanya dapat dilakukan di Pengadilan
c. Alat Bukti yang sah menurut UU:
- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan Terdakwa
d. Barang Bukti yang ada: Barang bukti ini hanya sebagai penunjang dan tidak mutlak dibutuhkan untuk mengadili suatu perkara tindak pidana. Jika barang buktinya ada, maka akan sangat menunjang bagi alat buktinya, tetapi kalaupun tidak ada atau tidak ditemukan, maka perkara tetap harus dijalankan dan kemudian dicantumkan pada BAP-nya bahwa barang bukti tidak diketemukan)

2. MACAM PUTUSAN PENGADILAN

  1. 1) Menghukum
  2. Ketika segala sesuatu yang didakwakan oleh Jaksa terbukti di muka pengadilan
  3. 2) Membebaskan
  4. Ketika segala sesuatu yang didakwakan oleh Jaksa tidak terbukti di muka pengadilan
  5. 3) Melepaskan
  6. Ketika segala sesuatu yang didakwakan oleh Jaksa terbukti di muka pengadilan, tetapi tindak terdakwanya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena terdakwanya terbukti sakit jiwa pada saat melakukan tindak pidananya tersebut


3. PENANGANAN PELAKU YANG SAKIT JIWA

  1. Jika seorang pelaku tindak pidana melakukan tindak pidananya dalam kondisi sakit jiwa, maka tersangka tersebut akan bebas dari jeratan hukum atau dilepaskan
  2. Jika seorang pelaku tindak pidana melakukan tindak pidananya dalam kondisi yang sehat, tetapi kemudian menjadi stress dan akhirnya sakit jiwa dalam proses-proses selanjutnya, maka pelaku tersebut akan disembuhkan terlebih dahulu (dibantarkan) dalam waktu yang tidak ditentukan atau dibatasi. Proses pembantaran tersebut tidak menghitung jangka waktu penahanan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP.


4. ISTILAH-ISTILAH
A. Testimonium De Auditum
Keterangan yang diberikan saksi bukanlah keterangan yang asalnya dari peristiwa/kejadian yang didengar, dilihat atau dialami sendiri oleh saksi tersebut, namun merupakan keterangan yang diperoleh saksi dari orang lain
B. Unus Testis Nullus Testis
Secara harfiah, ungkapan tersebut berarti “Satu Orang Saksi bukanlah seorang saksi”, dimana mempunyai pengertian bahwa keterangan seorang saksi tanpa adanya bukti lain atau tidak didukung dengan bukti atau saksi lainnya, maka keterangan tersebut tidak dapat dipercaya di muka pengadilan.
Sehingga, dalam suatu pemeriksaan perkara pidana harus ada lebih dari seorang saksi, sehingga jika hanya ada satu saksi saja maka kesaksiannya tidak dapat diterima.

BARANG BUKTI SECARA UMUM
A. Pengertian Barang Bukti
Barang bukti adalah segala barang yang terkait dan ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi, dimana dengan barang bukti dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas dan terang tentang tindak pidana tersebut.
Barang bukti ini hanya sebagai penunjang dan tidak mutlak dibutuhkan untuk mengadili suatu perkara tindak pidana. Jika barang buktinya ada, maka akan sangat menunjang bagi alat buktinya, tetapi kalaupun tidak ada atau tidak ditemukan, maka perkara tetap harus dijalankan dan kemudian dicantumkan pada BAP-nya bahwa barang bukti tidak diketemukan)
Seorang korban yang telah meninggal akibat pembunuhan, maka mayatnya tersebut akan termasuk kategori BARANG BUKTI. Jika korban masih hidup, maka akan korban tersebut bukan menjadi barang bukti, melainkan alat bukti sebagai keterangan saksi korban.

B. Cara Menemukan Barang Bukti

  1. Menemukannya barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP)Dari barang bukti yang ditemukan, ternyata bisa saja ditemukan alat bukti. Contoh: ketika menemukan barang bukti di TKP, ternyata juga ditemukan di TKP saksi-saksi yang ternyata mengetahui tentang tindak pidananya, oleh karena itu saksi tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti Keterangan Saksi
  2. Diperoleh barang bukti dari proses penggeledahan, yang disusul dengan Penyitaan
  3. Diserahkan langsung oleh Saksi Pelapor atau Tersangka sendiri (menyerahkan sendiri)
  4. Diambil atau Ditemukan oleh pihak ketiga

- Diambil maksudnya adalah diambil oleh Polisi berdasarkan keterangan dari pihak ketiga yang mengetahui tentang lokasi barang bukti tersebut
- Ditemukan secara kebetulan oleh Pihak Ketiga
Contoh: seseorang dititipkan barang yang merupakan hasil kejahatan oleh pelaku kejahatan. Seseorang tersebut atau pihak ketiga jika sama sekali tidak mengetahui bahwa barang yang dititipkannya tersebut adalah barang curian, maka seseorang tersebut akan dibebaskan. Dan itu akan melalui proses investigasi dari Polisi.

5) Ditemukan secara kebetulan
Contoh: seorang korban pencurian mobil menemukan secara tidak sengaja mobilnya yang dicuri dan sudah mengalami perubahan yang cukup radikal. Meski sudah dimodifikasi, korban tersebut masih dapat mengenali mobilnya karena masih ada tanda khusus yang hanya diketahui oleh korban

6. ALAT BUKTI SECARA UMUM
A. Macam Alat Bukti – Pasal 184 KUHAP

  1. Keterangan Saksi
  2. Keterangan Ahli
  3. Surat
  4. Petunjuk
  5. Keterangan Terdakwa

B. Syarat Minimal Pembuktian – Pasal 183 KUHAP
Dalam menjatuhkan pidana, Hakim minimal membutuhkan 2 Alat Bukti yang sah. Dan dari kedua alat bukti yang dipersyaratkan tersebut, Keterangan Terdakwa adalah ALAT BUKTI YANG MUTLAK dibutuhkan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa adanya alat bukti Keterangan Terdakwa (meski terdapat alat bukti lainnya yang berjumlah lebih dari 2), maka perkara pidana tidak dapat diteruskan, dan harus dihentikan proses penyidikannya. Jika dikemudian hari Tersangka/Terdakwa ditemukan, maka perkara dapat dibuka kembali, selama tindak pidana tersebut belum daluwarsa.

KETERANGAN SAKSI – PASAL 185 KUHAP
A. Definisi – Pasal 1 (27) KUHAP
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia DENGAR sendiri, Ia LIHAT sendiri dan ia ALAMI sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.
Meski secara teori, yang dapat menjadi saksi adalah yang seseorang yang mendengar, melihat dan mengalaminya sendiri. Tetapi dalam prakteknya, seseorang yang tidak mendengar, melihat dan mengalami juga dapat menjadi saksi, seperti halnya orang yang melaporkan suatu tindak pidana atau yang dapat sebagai Saksi Pelapor.
Contoh: korban perkosaan mengadukan perkosaan yang dialaminya keibunya. Sang ibu melaporkan hal tersebut ke Ketua RT. Korban, ibunya dan ketua RT kemudian melapor kekantor. Ketua RT tersebut dapat menjadi saksi pelapor, karena ikut serta melapor, meski sebenarnya Ketua RT tersebut tidak mendengar, melihat atau mengalami tindak pidana yang dialami korban. Jika Ketua RT tersebut tidak datang ke kantor polisi untuk melapor, maka Ketua RT tersebut tidak dapat menjadi saksi.

B. Syarat Saksi
1) Syarat Formil
a. Jelas identitasnya
Seorang saksi yang diajukan kedalam suatu perkara harus mempunyai identitas yang jelas. Sehingga bagi seseorang yang tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, atau sifat menetapnya adalah hanya musiman saja, maka tidak dapat dijadikan sebagai saksi.
b. Umurnya harus Dewasa
Permasalahan kedewasaan di Indonesia sangat rancu, karena banyak aturan yang mengatur hal tersebut, seperti menurut KUHP: 16 tahun; Hukum Islam: Baligh (tidak jelas); Perdata: 19; Kependudukan: 17; Peradilan Anak: 18 tahun. Saat ini yang dipergunakan sebagai umur Dewasa adalah 18 tahun.
Dengan demikian, seseorang yang dapat dijadikan sebagai saksi dan dijadikan sebagai alat bukti yang sah sebagai keterangan saksi adalah seseorang yang berumur 18 tahun atau lebih. Sedangkan bagi orang yang dibawah umur 18 tahun (dibawah umur), tidak dapat dijadikan sebagai saksi dan bukan alat bukti yang sah, melainkan hanya dapat diambil keterangannya saja dan dianggap sebagai keterangan biasa.
c. Harus Disumpah atau Janji - Pasal 160 (3) KUHAP
Untuk menjadikan keterangan saksi dapat diterima sebagai alat bukti yang sah, maka saksi tersebut harus disumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan atau dapat dikatakan sebagai keterangan yang dibawah sumpah.
Jika saksi tersebut tidak disumpah atau memang belum bisa disumpah karena belum cukup umur atau dewasa, maka keterangan saksi tersebut tidak termasuk sebagai alat bukti yang sah, melainkan hanya dianggap sebagai keterangan biasa saja.
Dengan demikian, SUMPAH ini adalah hal yang mutlak dibutuhkan dalam menjadikan keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah.
d. Memberikan keterangan di Muka Persidangan - Pasal 185 (1) KUHAP
Untuk menjadikan keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, saksi tersebut harus memberikan keterangannya di muka persidangan.
Jika saksi tersebut tidak dapat hadir dalam persidangan dan hanya sempat memberikan keterangannya yang dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik, maka keterangan saksi dalam BAP tersebut dapat dijadikan sebagai Alat Bukti yang sah, yaitu sebagai Alat Bukti Surat, selama keterangan yang diberikan kepada penyidik telah disumpah oleh penyidiknya.
Sedangkan jika keterangan saksi dalam BAP tidak disumpah, maka itu hanya akan dianggap sebagai keterangan biasa, sama halnya dengan keterangan saksi yang tidak disumpah atau keterangan biasa.
Saksi harus disumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangannya di muka persidangan

2) Syarat Materiil

  1. Harus mendengar, melihat, mengalami dan dapat memberikan alasan pengetahuannyaSecara teori ini bersifat komulatif yang berarti harus dipenuhi seluruhnya untuk seseorang dapat menjadi saksi. Tetapi dalam prakteknya, bisa secara alternative saja, yang berarti cukup salah satunya saja, seseorang sudah dapat menjadi seorang saksi.
  2. Sehat Rohani. Yang dapat dijadikan sebagai saksi adalah orang yang sehat secara rohani. Dengan demikian, bagi orang yang mempunyai keterbatasan fisik (cacat), tapi sehat secara rohani, maka orang tersebut dapat turut menjadi saksi. Sedangkan seseorang yang mempunyai gangguan mental (gila/tidak waras) sudah pasti tidak dapat dijadikan sebagai saksi.

C. Macam Saksi

  1. Saksi Korban: seseorang yang mengalami kerugian akibat tindak pidana yang terjadi pada dirinya sendiri.
  2. Saksi: seseorang yang mendengar, melihat, dan mengalami suatu tindak pidana yang terjadi.
  3. Saksi Pelapor: seseorang yang turut melaporkan suatu tindak pidana, meski seseorang ini tidak mendengar, melihat, dan mengalami suatu tindak pidana yang terjadi, melainkan hanya turut datang ke kantor polisi untuk melaporkan suatu tindak pidana, yang diketahuinya dari orang lain.
  4. Saksi Mahkota: Saksi yang turut melakukan tindakan pidana yang sedang diadili, dan tidak ada pengurangan hukuman bagi saksi mahkota tersebut, meski dia memberikan keterangan saksi bagi terdakwa lainnya.
  5. Saksi a de Charge: Saksi yang diajukan oleh seorang terdakwa dalam persidangan pidana, yang diharapkan dapat memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya
  6. Saksi a charge: Saksi yang keterangannya dapat memberatkan terdakwa dalam proses persidangan perkara pidana


D. Pengunduran Sebagai Saksi - Pasal 168 KUHAP
Seseorang dapat mengundurkan diri menjadi saksi dari seorang Terdakwa, jika diantara seseorang tersebut dan terdakwanya terdapat hubungan sebagai berikut:dengan kondisi sebagai berikut:
1) hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
Contohnya:
- hubungan Iparan
- Hubungan Paman dan keponakan, artinya seorang keponakan dapat menolak sebagai saksi bagi terdakwa yang mana adalah pamannya
- Seorang anak dan ibunya secara bersama-sama melakukan pembunuhan. Ketika ibunya disidangkan, si anak yang sesama terdakwa, dapat menolak atau mengundurkan diri menjadi saksi, karena ada hubungan darah dengan ibunya.
- Bagi semenda yang telah putus perkawinan, TIDAK BISA Mengundurkan diri menjadi saksi
2) Saudara dan terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga
3) Suami atau istri terdakwa, meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
Contoh: seorang istri dapat mengundurkan diri menjadi saksi bagi suaminya yang menjadi terdakwa, dan ketika sudah berceraipun sang mantan istri juga dapat mengundurkan dirinya untuk mantan suaminya yang menjadi terdakwa
Jika seseorang yang sebenarnya dapat mengundurkan diri sebagai saksi tersebut sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, tetapi ternyata MAU MENJADI SAKSI, maka seseorang tersebut harus terlebih dahulu mendapat IZIN dari Jaksa Penuntut Umum (Pasal 169 (1) KUHAP).
Dengan izin dari JPU, keterangan saksi tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti. Dan jika tidak mendapat ijin dari JPU, maka keterangan saksi tersebut hanya dianggap sebagai keterangan biasa saja, yaitu keterangan dibawah sumpah (Pasal 169 (2) KUHAP).
4) Seseorang yang karena pekerjaan dan jabatannya diwajibkan untuk merahasiakan, dapat meminta untuk dibebaskan untuk memberikan keterangan sebagai saksi – Pasal 170 KUHAP
Contoh:
- seorang pastur yang menerima pengakuan dosa dari seorang pelaku pidana, dapat menolak untuk menjadi saksi, karena seorang pastur diwajibkan untuk menjaga rahasia dari para umat yang melakukan pengakuan dosa
- seorang notaris yang harus merahasiakan pekerjaannya
- Pegawai bank yang harus merahasiakan rekening nasabahnya

E. PIHAK YANG TIDAK DAPAT MENJADI SAKSI – MEMBERIKAN KETERANGAN TANPA SUMPAH – Pasal 171 KUHAP
1) Anak-anak atau yang belum dewasa
2) Orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa, meski sakitnya kambuhan

9. KETERANGAN AHLI – PASAL 186 KUHAP
A. Definisi – Pasal 1 (28) KUHAP
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

B. Saksi Ahli Sebagai Alat Bukti
Saksi Ahli dapat menghasilkan 2 alat bukti yang sah, yaitu:
A. Sebagai Alat Bukti KETERANGAN AHLI, jika Saksi Ahli tersebut datang dan memberikan kesaksiannya berdasarkan keahliannya di dalam Persidangan (Pasal 186 KUHAP)
B. Sebagai Alat Bukti SURAT, yaitu jika Saksi Ahli tidak hadir dan memberikan kesaksiannya di dalam pengadilan, melainkan hanya menyerahkan keterangannya atau hasil pemeriksaannya dalam bentuk surat.
Contoh: seorang dokter yang memberikan keterangannya berdasarkan keahliannya dalam bentuk Visum Et Repertum
Yang perlu dicatat bahwa seorang Saksi Ahli ini hanya dapat memilih salah satu perannya sebagai alat bukti, tidak bisa memilih keduanya. Jadi jika Saksi Ahli sudah memberikan keterangan tertulis (Alat Bukti Surat), maka Saksi Ahli tersebut tidak dapat hadir ke persidangan dan mengajukan diri sebagai alat bukti Keterangan Ahli, dan sebaliknya.
C. Saksi Ahli MUTLAK dibutuhkan dalam Perkara terkait dengan Tubuh Manusia
Dalam tindak pidana yang terkait dengan Tubuh manusia, seperti Pembunuhan, perkosaan, penganiyaan dan lain sebagainya, MUTLAK membutuhkan Saksi Ahli, sehingga dalam proses penyidikan dengan sendirinya Saksi Ahli tersebut akan otomatis diikutsertakan sebagai salah satu Alat Bukti, baik sebagai Alat Bukti Surat ataupun Keterangan Ahli.
Dalam prakteknya, Saksi Ahli terkait dengan Tubuh Manusia, biasanya seorang Dokter, tidak perlu disumpah dalam memberikan keterangannya baik dalam bentuk Surat atau keterangan langsung di Persidangan, karena Dokter sudah terikat dengan Sumpah dirinya sebagai dokter.
D. Saksi Ahli di bidang selain Tubuh Manusia, Seperti Tekhnologi
Untuk saksi ahli selain Tubuh Manusia, seperti ahli Tekhnologi, tidak wajib atau tidak mutlak untuk diikutsertakan dalam suatu perkara tindak pidana. Dan jikapun Saksi Ahli selain Tubuh Manusia diikutsertakan dalam suatu perkara, maka Saksi Ahli tersebut dalam prakteknya HANYA DAPAT dijadikan Alat Bukti yang sah sebagai Keterangan Ahli saja, yang mana artinya Saksi Ahli tersebut HARUS DATANG dan memberikan keterangannya ke dalam persidangan dan tidak dapat jika hanya menyediakan keterangannya dalam bukti Surat.

10. ALAT BUKTI SURAT – PASAL 187 KUHAP
A. Definisi & Macam – Pasal 187 KUHAP
Alat Bukti Surat pada prinsipnya adalah Suatu Keterangan yang dibuat atas Sumpah Jabatan atau dikuatkan dengan Sumpah, yang terdiri dari:
A. Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Berita acara dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya
Contoh: BAP Polisi, yang merupakan hasil pemeriksaan terhadap Terdakwa atau Saksi
B. Akta Otentik
Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan atau dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksanan yang menjadi tanggung jawabnya
Contoh: Surat Akta Notaris
C. Pendapat Ahli Atas Hasil Pemeriksaan
Surat Keterangan yang dibuat oleh Ahli berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi kepadanya
Contoh: Visum Et Repertum
D. Surat Lain yang dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain
Ini merupakan Surat Keterangan yang dibuat oleh ahli terhadap barang bukti, selama memang ada hubungannya antara satu dengan lainnya. Contohnya dapat dilihat pada Poin B dibawah ini.
B. Peralihan dari Barang Bukti menjadi Alat Bukti/Timbulnya Alat Bukti Surat dari Barang Bukti Surat
Dalam praktek sering terjadi peralihan di suatu Perkara Pidana dari Barang Bukti Surat menjadi Alat Bukti Surat, dimana yang tadinya hanya sebagai penunjang dari suatu perkara, tetapi bisa menjadi Alat Bukti Surat setelah ditambahi keterangan atau hasil pemeriksaan dari seorang yang ahli.
Contoh: Ketika ada seseorang yang meninggal akibat bunuh diri, ternyata ditemukan didekat korban sepucuk surat yang didalamnya mengatakan wasiat dari korban tersebut yang menjelaskan mengenai alasannya untuk bunuh diri dan surat tersebut berupa tulis tangan. Surat tersebut awalnya adalah Barang Bukti Surat, dimana merupakan penunjang dari suatu perkara. Tetapi kemudian, polisi curiga dan menganggap ada yang janggal dalam proses bunuh diri tersebut, sehingga polisi tersebut memeriksakan Barang Bukti Surat wasiat tersebut kepada ahlinya (forensik tulisan). Berdasarkan keterangan ahli forensik tulisan, ternyata diketahui bahwa surat wasiat tersebut tidak ditulis oleh korban, melainnkan orang lain. Dan kemudian ahli tersebut menambahkan Surat Keterangan Hasil Pemeriksaannya terhadap Barang Bukti Surat tersebut yang mana Surat Keterangan tersebut akhirnya menjadi Alat Bukti Surat

11. PETUNJUK – Pasal 188 KUHAP
A. Definisi – Pasal 188 (1) KUHAP
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya
B. Sumber – Pasal 188 (1) KUHAP
Petunjuk ini hanya dapat diperoleh dari persesuaian alat-alat bukti lainnya oleh Hakim, yaitu:
1) Keterangan Saksi
2) Surat
3) Keterangan Terdakwa
C. Syarat Penemuan Petunjuk
Petunjuk ini hanya bisa didapatkan oleh Hakim selama persidangan saja (di muka pengadilan) dengan mempertimbangkan antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam tahapan selain persidangan, yaitu pada tahapan Penyelidikan dan Penyidikan TIDAK MUNGKIN ditemukan alat bukti Petunjuk ini atau mustahil didapati 5 alat bukti selama proses penyelidikan dan penyidikan.

12. KETERANGAN TERDAKWA
Pada intinya Keterangan adalah menghormati Hak Asasi Manusia, yaitu dalam hal ini adalah Hak Asasi Terdakwa untuk dapat membela dirinya di hadapan hukum.
Secara teori, Terdakwa ini dapat didampingi oleh Kuasa Hukum pada saat Penyidikan atau semenjak Terdakwa ini ditetapkan sebagai Tersangka. Tetapi dalam Prakteknya, pada saat Terdakwa masih menjadi Saksi, belum menjadi Tersangkan, Terdakwa sudah didampingi oleh Kuasa Hukum.

13. LARANGAN PERTANYAAN MENJERAT – PASAL 166 KUHAP
Pasal 166 KUHAP menjelaskan bahwa Hakim, JPU dan Kuasa hukum tidak boleh memberikan pertanyaan yang menjerat kepada Terdakwa dan saksi, yaitu antara lain:
1) Pertanyaan yang menjebak
Contoh:oooh kamu itu karena dihina yah, makanya kamu akhirnya memukul korban?
2) Pertanyaan sugesti
Contoh: sudah kamu ngaku saja, nanti kalo kamu ngaku hukumannya akan saya kurangi deh..
3) Pertanyaan yang tidak sopan
Contoh: apakah pekerjaan anda sebagai pelacur?
4) Pertanyaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan tindak pidana
Contoh:menanyakan gaji suami dari terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana mencuri

14. BEBAN PEMBUKTIAN
Beban pembuktian adalah kewajiban dari pihak yang harus membuktikan
A. Beban Pembuktian berada pada Jaksa Penuntut Umum
Seorang JPU yang mengajukan surat dakwaan siap dengan bukti-bukti atas dakwaannya. Tugas utamanya adalah harus membuktian bahwa Terdakwa bersalah telah melakukan suatu tindak pidana
B. Beban Pembuktian Terbalik
Tersangka atau terdakwa harus membuktikan dakwaan JPU itu salah
Contoh: seorang polisi lalu lintas dapat memiliki rumah dan mobil mewah, padahal gaji PNS adalah sangat kecil dan tidak sebanding dengan asset yang dimiliki tersebut. Sehingga ketika seseorang melaporkan kepada pihak yang berwenang dan diduga telah ada tindak pidana korupsi, maka PNS tersebut harus membuktikan bahwa tuduhan dari pihak berwenang adalah tidak benar, dengan membuktikan dari mana PNS tersebut mendapatkan assetnya.
C. Beban Pembuktian Berimbang
Pada saat yang bersamaan, JPU harus mempunyai bahan-bahan pembuktian, begitu juga dengan Terdakwa

15. TEORI PEMBUKTIAN

  1. Teori Pembuktian Negatif - negatif wettelijk bewijs theorieYaitu yang mengartikan bahwa alat bukti yang sudah ada ternyata masih dianggap kurang, sehingga harus ditambah dengan keyakinan hakim. Sehingga terdapat 2 alat bukti dan keyakinan hakim.
  2. Teori Pembuktian Positif (Lengkap) – positif wettelijk bewijs theoriYaitu alat bukti dan barang bukti telah lengkap memenuhi persyaratan formal. Pembuktian yang menyandarkan pada alat bukti yang selalu ditentukan oleh UU, sehingga keyakinan hakim tidak diperlukan. Pembuktian ini hanya dapat dilakukan secara tertulis.
  3. Teori Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka – Conviction in Time Teori ini menekankan pada keyakinan hakim, pengamatan selama sidang-sidang berlangsungyang akhirnya memberikan keyakinan kepada hakim dengan alat bukti bebas
  4. Teori yang mendasarkan kepada keyakinan hakim yang didasarkan pada hal-hal yang rasional – conviction rasionnee Teori ini walaupun disandarkan kepada keyakinan hakim dan tidak terikat pula pada alat-alat bukti yang ditetapkan UU , Hakim dapat menggunakan alat bukti lain yang diluar ketentuan UU, tetapi sesuatu yang harus masuk akal dan dapat memberikan alasan-alasan dari putusan yang dijatuhkan


16. METODE PENCARIAN BARANG BUKTI

  1. Metode Zona= Metode ini dapat dikatakan juga sebagai system pembagian bidang, sehingga TKP dibagi menjadi bidang-bidang tertentu yang lebih kecil, sehingga membuat pencarian menjadi lebih kecil dan mudah.
  2. Metode Spiral= Metode ini memulai dari tengah yang kemudian berputas seperti jalannya jarum jam dan membesar seperti spiral, hingga akhirnya semua tempat terkena giliran pencarian
  3. Metode Strip & Metode Strip Ganda = Metode ini dimulai dari satu sisi kemudian menuju ketengah, dan memulai kembali dari sisi sebelah dari sisi awal yang menuju ketengah, dan terus hingga semua sisi
  4. Metode Roda = Metode dimulai dari tengah ruangan lalu menyisir berjalan ke tepi ruangan seperti jari-jari roda
  5. Metode Transek = Pencarian dimulai dari suatu titik, kemudian dimulai pencarian dengan menyisir tempat yang mencurigakan, seperti got, semak-semak, dan lain lain
  6. Metode Strip. Metode ini digunakan pada tempat yang lapang, seperti lapangan sepak bola. Caranya adalah penyidik berbaris dan secara serempak berjalan kearah seberang lapangan sambil mencari barang bukti. Dan ini dilakukan berulang kali hingga yakin tidak ada barang bukti ditempat tersebut


17. ILMU PEMBANTU DALAM HUKUM PEMBUKTIAN
A. ILMU PENGETAHUAN HUKUM PIDANA
Ilmu yang mempelajari tentang latar belakang terbentuknya hukum pidana, kemudian berusaha menghasilkan konsep-konsep pemecahan tentang masalah-masalah yang merupakan problema dalam pelaksanaan hukum pidana itu sendiri
B. ILMU PSIKOLOGI
Ilmu yang mempelajari jiwa seseorang dari tingkah laku yang dihubungkan dengan tiga faktor atau unsur pokok:
a. Bakat/bawaan seseorang
b. Pendidikan formil dan non formil
c. Unsur lingkungan dimana seseorang lahir dan dibesarkan
C. ILMU PSIKIATRI
Ilmu yang mempelajari tentang gangguan terhadap seseorang yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada anatomi orang tersebut
D. KRIMINOLOGI
Ilmu yang mempelajari latar belakang terjadinya suatu kejahatan dan kemudian berusaha untuk melakukan konsep menanggulangi tindak pidana tersebut
E. KRIMINALISTIK – TUKEF PADA FOBA
Sebuah pengetahuan tekhnis untuk merekonstruksi atas suatu kejadian tindak pidana dengan bantuan dari berbagai ilmu pengetahuan:
1) Ilmu Tentang Tulisan: ilmu yang mempelajari tentang bentuk atau garis tulisan tangan seseorang untuk mengetahui mana yang asli atau yang palsu
2) Ilmu Urai: ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan sel-sel organic dan non-organik dengan jalan menguraikan sampai bagian terkecil
3) Ilmu tentang Keracunan: ilmu yang mempelajari tentang penyebab dan gejala keracunan bagi makhluk hidup
4) Fisiologi: ilmu yang mempelajari tentang penyebab atau gangguan fisik pada seseorang atau makhluk hidup lainnya.
5) Patologi Anatomi: ilmu yang mempelajari gangguan unsur-unsur dari anatomi seseorang, contohya kanker
6) Daktioskopi: ilmu yang mempelajari mengenai sidik jari manusia
7) Ilmu Forensik: Ilmu yang mempelajari sebab akibat kematian seseorang yang biasanya dituangkan dalam Visum Et Repertum (“VER”) oleh dokter yang telah disumpah oleh Departemen Hukum dan HAM.
VER ini berisi:
a. Uraian secara jelas mengenai sebab-sebab kematian
b. Inti yang ditemukan dari bedah mayat tersebut
c. Komentar dari Dokter, yang sangat tergantung dari keahlian Dokter (Subjektif). Sifat subjektif dokter tersebut dipengaruhi oleh 3 unsur pokok, yaitu:
i. Tingkat intelegensianya
ii. Pendidikan yang disertai pengalaman-pengalamannya
iii. Lingkungan dimana dokter tersebut berada
8) Ilmu Balistik: ilmu yang mempelajari arah jalannya suatu benda dari daerah asal ke sasaran yang dituju
F. LOGIKA: Rasio tertinggi yang dimiliki oleh seseorang.
Logika ini harus melalui 3 fase, yaitu:
1) Orientasi: Usaha untuk mengarahkan jalan pikiran kesasaran tertentu
2) Hipotesa: dugaan-dugaan yang harus dipakai dalam bidang ilmu pengetahuan dari hasil orientasi
3) Verifikasi: melakukan seleksi dari data-data yang masuk kemudian diseleksi, dan inilah yang akhirnya disebut sebagai logika

18. Surat Penghentian Penyidikan (SP 3)
Penyidik maupun Penuntut dapat menghentikan Penyidikan dengan alasan-alasan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP maupun sumber lainnya, yaitu:
1) Kurang cukup bukti
2) Peristiwa tersebut bukan peristiwa pidana
3) Dihentikan demi hukum:
a. Ne Bis in Idem
b. Tersangka meninggal dunia
c. Kadaluwarsa
4) Ketika suatu perkara delik aduan, tetapi dilaporkan kepolisi dengan delik laporan. Pada delik aduan, yang harus melaporkan adalah korban, yaitu seseorang yang mengalami kerugian secara langsung. Sedangkan pada delik laporan, yang dapat melaporkan ke polisi adalah siapapun yang mengetahui tindak pidana tersebut, meski pelapor tidak mengalami secara langsung tindak pidananya tersebut. Pelapor ini dapat dikategorkan sebagai SAKSI PELAPOR.
Contoh: Ketika seorang anak mencuri perhiasan milik ibunya, dan kebetulan tetangganya melihat hal tersebut dan kemudian melaporkannya ke polisi. Dalam polisi, perkara tersebut akan masuk ke Delik Laporan, karena berdasarkan laporan dari seseorang. Jika ternyata kasus ini sudah terlanjut berjalan, maka kasus ini dapat/harus dihentikan (SP3), karena tindak pidana yang terjadi adalah perkara dengan delik aduan, dimana sebenarnya HANYA ibu dari pelaku (anaknya) inilah yang dapat melaporkan tindakan anaknya kepolisi. Logikanya, bisa saja ibunya tersebut karena kasihan kepada anaknya, mengatakan kepada polisi bahwa anaknya tidak mencuri, melainkan memang diberikan perhiasan tersebut. Maka polisi harus membebaskan anak tersebut dan menghentikan perkaranya.


SUMBER :
Rangkuman Materi Hukum Pembuktian you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)