Sabtu, 25 Juli 2020

PERJANJIAN KERJA PKWT & PKWTT (2)

C. Macam dan Bentuk Perjanjian Kerja.
     Prof. Subekti, S.H memberikan pengertian tentang perjanjian kerja adalah Perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri, adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dierstverhanding), yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.
1 Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan. Ketentuan-ketentuan ini dapat pula di tetapkan dalam peraturan majikan, yaitu peraturan yang secara sepihak di tetapkan oleh majikan (reklement) juga disebut : peratutan perusahaan.selanjutnya ketentuan-ketentuan itu dapat pula ditetapkan dalam, satu perjanjian, hasil musyawarah antara organisasi buru dengan pihak majikan. Perjanjian ini di sebut perjanjian perburuhan, disamping itu Negara mengadakan peraturan-peraturan mengenai hak dan dan kewajiban buruh dan majikan, baik yang harus di turuti oleh kedua belah pihak, maupun yang hanya akan berlaku bila kedua belah pihak tidak mengaturnya sendiri dalam perjanjian kerja, dalam peraturan majikan atau dalam perjanjian perburuhan. 
1. Bentuk-bentuk perjanjian kerja Hubungan kerja adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara pekerja dengan pemberi pekerjaan atau pengusaha. Karena itu bukti bahwa seseorang bekerja pada orang lain atau pada sebuah perusahaan/lembaga adalah adanya perjanjian kerja yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing baik sebagai pengusaha maupun sebagai pekerja. 
Ada 2 (dua) bentuk perjanjian kerja, yaitu :
 a. Perjanjian kerja secara lisan Perjanjian kerja umumnya secara tertulis, tetapi masih ada juga perjanjian kerja yang disampaikan secara lisan. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUKK) membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan syarat pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja, yang berisi : a) Nama dan alamat pekerja b) Tanggal mulai bekerja c) Jenis pekerjaan d) Besarnya upah (Pasal 63 UUKK) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu tertentu dan pengusaha bermaksud memperkerjakan karyawan untuk waktu tertentu (PKWT), perjanjian kerja tidak boleh dibuat secara lisan. b. Perjanjian kerja Tertulis Perjanjian kerja tertulis harus memuat tentang jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima dan berbagai hak serta kewajiban lainnya bagi masing-masing pihak. Perjanjian kerja tertulis harus secara jelas menyebutkan apakah perjanjian kerja itu termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT atau disebut sistem kontrak) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT atau sistem permanen/tetap).

2. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, perjanjian kerja harus didasarkan pada: a. Kesepakatan kedua belah pihak untuk melakukan hubungan b. Kerja. c. Kecakapan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum. d. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan. e. Pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu bahwa perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yaitu perjanjian yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/serikat pekerja yang disahkan oleh pemerintah (Instansi Ketenagakerjaan).
3 Syarat dan ketentuan pemborongan pekerjaan diatur dan ditetapkan berdasarkan hukum perjanjian, yakni kesepakatan kedua belah pihak. Asas yang berlaku dalam hukum perjanjian adalah, hal-hal yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian berlaku sebagai undang-undang yang mengikat. Ketentuan tersebut dikenal dengan Asas Kebebasan Berkontrak.
4 Namun demikian, sekalipun undang-undang memberikan kebebasan kepada pihak-pihak untuk menentukan isi perjanjian pemborongan pekerjaan, syarat dan ketentuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan norma keadilan. 

 2. Macam- Macam perjanjian kerja Perjanjian Kerja ada banyak jenis dan masing-masing perjanjian kerja tersebut mempunyai konsekuensi berbeda bila terjadi PHK. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ditentukan ada beberapa jenis Perjanjian kerja, yaitu sebagai berikut : a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja yang jangka berlakunya telah ditentukan atau disebut sebagai karyawan kontrak. Bila jangka waktu sudah habis maka dengan sendirinya terjadi PHK dan para karyawan tidak berhak mendapat kompensasi PHK seperti uang pesangon, uang penghargan masa kerja, uang penggantian hak, uang pisah. Perjanjian kerta waktu tertentu selanjutnya disebut PKWT diatur secara khusus dalam Pasal 56 s/d 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dalam praktek sebagai panduan teknis adalah Keputusan Menteri terebut diatas. Jenis-jenis PKWT yang dapat dilakukan Pekerja/Pekerja Kontrak Berdasar Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu : 
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; pekerjaan yang bersifat musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 2) Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang besifat tetap. Penjelasan Pasal 59 ayat (2) : Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu. 
    Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Republik Indonesia : Kep. 100/Men/VI/2004 Ketentuan PKWT khusus untuk sector usaha dan atau pekerjaan tertentu, yaitu : a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya PKWT Untuk Pekerjaan Yang Sekali Selesai Atau Sementara Sifatnya Yang Penyelesaiannya Paling Lama 3 (tiga) Tahun : PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. Dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. 
    Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT. Pembaharuan sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian.
     Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu : 
   1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. 
2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan. b. PKWT Untuk Pekerjaan Yang Bersifat Musiman Dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu : Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca.PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu : Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. c. PKWT Untuk Pekerjaan Yang Berhubungan Dengan Produk Baru Dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu : 
1) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
 2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan pembaharuan. d. Perjanjian Kerja Harian Atau Lepas Dalam Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu : Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu ) hari dalam 1 (satu)bulan. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT. Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat : a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja. b. nama/alamat pekerja/buruh. c. jenis pekerjaan yang dilakukan. d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya. Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh. JIka Buruh bekerja pada hari minggu atau hari hari besar yang ditetapkan Pemerintah, maka itu dikategorikan sebagai Lembur dengan perhitungan Upah Lembur. Cara Perhitungan Upah lembur adalah kini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 dengan Ketentuan sebagai berikut : 1) Pada hari Kerja Biasa. Untuk satu Jam pertama dibayar 1 ,5 upah sejam dan untuk tiap-tiap jam berikutnya dibayar 2 x upah sejam. 2) Pada Hri Istrahat, mingu dan libur resmi. Untuk batas 7 jam kerja pada hari minggu atau (senin-Jumat) dan 5 Jam kerja pada hari kerja pendek (sabtu) dibayar 2 x upah sejam dan untuk satu jam berikutnya dibayar 3 x upah sejam sedangkan untuk tiap-tiap jam beikutnya dibayar 4 x upah sejam. Pencatatan PKWT : PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan. Untuk perjanjian kerja harian lepas maka yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh. Pembatasan waktu maksimal bagi masa kerja bagi Pekerja Kontrak berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (4) yang menyatakan : "Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun". Dan Pasal 59 ayat (6) yang menyatakan : "Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun". Jadi, Pekerja Kontrak dapat dikontrak maksimal selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk selama maksimal 1 (satu) tahun. Namun apabila Pengusaha merasa cocok dengan kinerja Pekerja Kontrak, dapat dilakukan pembaruan PKWT dengan ketentuan hanya boleh dilakukan sekali untuk waktu maksimal 2 (dua) tahun. 
    Akibat hukum bagi Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja Kontrak namun tidak seperti aturan diatas Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (7) yang menyatakan : "Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu". Berdasar aturan hukum tersebut misalnya jika ada Pekerja yang dikontrak 5 (lima) tahun maka Pekerja tersebut secara hukum, setelah 3 (tiga) tahun waktu ia bekerja menjadi Pekerja tetap. Masa Percobaan tidak dapat di terapkan pada Pekerja Kontrak/PKWT. Hal ini berdasar Pasal 58 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan : 1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. 2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum. Jadi, Pekerja Kontrak yang diminta oleh Perusahaan untuk menjalani Masa Percobaan secara hukum tidak benar. PKWT yang sudah ditandantangani tidak dapat diputuskan secara sepihak oleh pengusaha. Jika salah satu pihak melakukan pemutusan PKWT secara sepihak maka sesuai dengan Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa “Apabila Salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau akhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan keja wajib membayar ganti-rugi kepada pihak lainnya sebesar upah buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja". Semetara itu, Pasal 61 Ayat (1) UU No. 13 /2003 mengatur Perjanjian Kerja Berakhir apabila : a) Pekerja Meninggal Dunia; b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian Perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berkahirnya hubungan kerja. Dari uraian diatas sangat jelas, bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat menetap yaitu pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. 
    Apabila pekerjaan itu tidak terus-menerus, terputus-putus, dibatasi waktu dan bukan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tergantung cuaca atau pekerjaan tersebut merupaka pekerjaan musiman \yang tidak termasuk pekerjaan tetap. Sehingga dapat dijadikan objek perjanjian kerja waktu tertentu. b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian untuk waktu tidak tertentu adalah suatu jenis perjanjian kerja yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki jangka waktu berlakunya. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tidak akan berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan oleh penjualan, pewarisan, atau hibah. PKWT dan PKWTT harus ditanda tangani kedua belah pihak.
    5 Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Dalam Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) : PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud di atas, maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT. Perjanjian untuk waktu tidak tertentu di sini adalah suatu jenis perjanjian kerja yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki jangka waktu berlakuknya. Dengan demikian, perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu berlaku terus, sampai:
 a. pihak pekerja/buruh memasuki usia pensiun (55 tahun); 
b. pihak pekerja/buruh diputus hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan; 
c. pihak pekerja/buruh meninggal dunia; dan 
d. adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja/buruh telah melakukan tindak pidana sehingga perjanjian kerja tidak bisa dilanjutkan. 
e. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tidak akan berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan oleh penjualan, pewarisan, atau hibah. 

Dalam hal terjadinya peralihan hak atas perusahaan sebagai tersebut di atas, segala hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. Namun demikian, jika pengusaha, orang perorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkannya dengan pekerja/buruh. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat dibuat secara tertulis dan lisan. Dalam hal perjanjian jenis ini dibuat secara lisan, pengsuaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh. Surat pengangkatan dimaksud sekurang-kurangnya memuat tentang: 
a. Nama dan alamat pekerja/buruh; b. Tanggal mulai bekerja; c. Jenis pekerjaan; dan d. Besarnya upah. c. Perjanjian Kerja Dengan Perusahaan Pemborong Pekerjaan Sebuah perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain yang berbadan hukum dengan cara membuat perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. 

Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan yang memuat hak dan kewajiban para pihak.6 Dari istilah Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ini, setidaknya ada 2 (dua) istilah perusahaan di dalamnya, yaitu:7 a. Perusahaan pemberi pekerjaan adalah perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. b. Perusahaan penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:8 a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

 Perusahaan Pemberi Pemborongan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Penerima Pemborongan (yang termasuk dalam lingkup perusahaan yang biasa kita dengar sebagai perusahaan “outsourcing”). Hal ini dilaksanakan melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Di dalamnya wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja yang muncul. Sebagai dasar dan acuan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan adalah UU Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (“Permenakertrans 19/2012”) sebagaimana yang telah diubah denganPeraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. 

 D. Pengertian Perjanjian Kerja 

        Berdasarkan Perundang-Undangan. Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda adalah Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”. Perjanjian kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam UU No. 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan. perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan juga pada Pasal 1 angka 14 Jo Pasal 52 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, definisi perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 52 ayat 1 menyebutkan bahwa : 
1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar: kesepakatan kedua belah pihak; kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. 3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum. Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat, seia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus haruslah cakap membuat perjanjian (tidak terganggu kejiwaan/waras) ataupun cukup umur minimal 18 Tahun (Pasal 1 angka 26 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Berdasarkan Pasal 56 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, terdapat 2 (dua) jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).