BAB
7
MANUSIA,
SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI
A. HAKIKAT DAN MAKNA SAINS,
TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA
Selama perjalanan sejarah, umat
manusia telah berhasil menciptakan berbagai macam kebudayaan. Berbagai macam
atau ragam kebudayaan tersebut meliputi tujuh unsur kebudayaan saja. Ketujuh
unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada pada
setiap kebudayaan masyarakat yang ada dibelahan dunia. Menurut Kluchkhon
sebagai mana dikutip Koentjaraningrat (1996), bahwa ketujuh unsur pokok
kebudayaan tersebut meliputi peralatan hidup(teknologi), sistem mata
pencaharian hidup(ekonomi), sistem kemasyarakat (organisasi sosial), Sistem
bahasa, kesenian (seni), sistem pengetahuan (ilmu pengatehuan/sains), serta
sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan
unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada apabila kita meneliti atau mempeljari
setiap kehidupan masyarakat. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat
manusia di dunia ini, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di
dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat
universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan
hidup (teknologi), serta kesenian (seni) atau sering disingkat IPTEKS, termasuk
bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut. Maka dapat
dipastikan IPTEKS akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia
dimanapun berada, baik yang telah maju,sedang berkembang, sampai masyarakat
yang masih sangat rendah tingkat perdabannya. Bahkan pada kehidupan masyarakat
purba atau pada zaman prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya
universal tersebut telah ada, termasuk Ipteks, meskipun tentunya pada tingkatan
yang sangat sederhananatau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman
purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya universal adalah pada zaman itu
manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi berupa alat-alat
sederhana yang terbuat dari batu maupun tulang yang digunakan untuk mencari
makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau
berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya
sistem kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem
mata pencaharian hidup manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada
gambar-gambar mistis berupa lukisan telapak tangan serta lukisan babi rusa yang
terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-gua tempat tinggal
mereka. Pada zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan
dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa
sesudahnya, pelan tapi pasti Ipteks terus berkembang semakin maju sejalan
dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan, kini
Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin
ilmu ataupun teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar
keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi kehidupan manusia, yakni
untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih muda, lancar,
efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau
pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sering dipakai untuk merujuk
pada keterkaitan antara manusia, lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini
dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau tidak mau
pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki
serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian,
Iptek bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan
taraf kehidupannya yang lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama
berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah Iptek (ilmu, pengetahuan, teknologi)
juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena
masing-masing ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang
berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang
bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena
itu, manusia yang normal, sekolah atu tidak sekolah, sudah pasti dianggap
memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena dua hal, pertama, manusia mempunyai bahasa yang
dapat mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut; kedua, manusia
mempunyai kamampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan
kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir menurut suatu
proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang sifatnya acak perlu
ditingkatkan lagi derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi
ilmu. Dengan demikian pengetahuan yang
bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup panjang, dapat
diorganisasikan dan disusun menjadi bidang-bidang ilmu filsafat, humaniora,
serta ilmu.
Ilmu dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan
pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap
orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu
memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut:
- Berisi pengetahuan (knowledge).
- Tersusun secara sistematis.
- Menggunakan penalaran.
- Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Dalam kajian filsafat, suatu
pengetahuan dapat dikatakan (dikategorikan) sebagai suatu ilmu apabila memenuhi
tiga kriteria sebagai berikut:
- Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek studi/kajian yang jelas, artinya dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek formal.
- Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang studi, yaitu dedukasi, induksi, serta eduksi.
- Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatanya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoretis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu sama lain.
Sains atau ilmu pengetahuan (di
dalamnya menyangkut pula bahwa teknologi), tidak bisa bebas dari nilai-nilai.
Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenarannya bersifat tidak
mutlak.
Sedangkan berbicara masalah
teknologi, dimana istilah teknologi sendiri sebenarnya sudah mengandung
pengertian sains dan teknik atau engineering,
sebab produk-produk teknologi tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya
sains. Sementara itu, dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah
satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains. Walaupun pada
dasarnya teknologi juga memilliki karakteristik objektif dan netral, namun
dalam kenyataannya teknologi tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan
juga sentuhan-sentuhan estetika yang bersifat objektif.
Pada titik inilah kita berbicara
tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu ars yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu
kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni
merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan)
manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara tekun untuk mengubah
suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni merupakan ekpresi
jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari
budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak
bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di
dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.
Sains dan teknologi saling
membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berakar (science without technology has no fruit,
technology without science has no root). Sains hanya mampu mengajarkan
fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus atau
tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini hanyalah
mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu
sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu
keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan
sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani
kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang
indah dari manusia.
B. DAMPAK PENYALAHGUNAAN
IPTEKS PADA KEHIDUPAN
Semestinya, semakin tinggi
penguasaan tinggi penguasaan terhadap
Ipteks, harusnya manusia semakin kritis dalam berpikir, semakin disiplin dalam
bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan tetapi, pada kenyataannya
kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan
produk yang dihasilkan oleh Ipteks sekarang ini.
Dampak langsung dari kemajuan Ipteks
adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas. Memang Ipteks diciptakan dengan
tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan beban pekerjaan
manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun, dampak negatif
dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat mengakibatkan
masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar bahwa ternyata
dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan
materialistik.
Perkembangan Ipteks yang demikian
pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh yang demikian
pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh langsung pada
kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen sebagai berikut:
- Perubahan di bidang intelektual;masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru, setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi.
- Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik.
- Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya.
- Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Adanya sisi positif dan negatif dari
Ipteks maka sering dikatakan bahwa kemajuan Ipteks bermata dua atau bersifat
dilematis. Di satu sisi, Ipteks secara positif telah mendatangkan rahmat, dalam
arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada pihak
yang menyatakan bahwa Ipteks menjadi ”tulang punggung kesejahteraan”. Namun di
sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan, dan pemanfaatan
Ipteks itu juga telah membawa dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk
munculnya masalah lingkungan, seperti pencemaran, kekeringan, banjir, tanah
longsor, dan kenaikan suhu udara global. Oleh karena itu, kita sebagai umat
manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan kehati-hatian dalam menerapkan dan
memanfaatkan Ipteks, yakni yang sesuai dengan asas-asas keserasian,
keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian, kehidupan di bumi ini akan
tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
B. PROBLEMATIKA PEMANFAATAN
IPTEKS DI INDONESIA
Masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia terkait dengan pemanfaatan Ipteks ini dapat diidentifikasi sebagai
berikut (RPJMN 2004-2009):
- Rendahnya kemampuan Iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara.
- Rendahnya kontribusi Ipteks nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor.
- Belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna, Masalah ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, antara lain institusi yang menngolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi.
- Lemahnya sinergi kebijakan Iptek, sehingga kegiatan Iptek belum sanggup memberikan hasil yang signifikan.
- Masih terbatasnya sumber daya Iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang Iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7.
- Belum berkembangnya budaya Iptek di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.
- Belum optimalnya peran Iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan Iptek berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
- Masih lemahnya peran Iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan Iptek nasional belum optimal dalam memberiakn antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar